Jarak (2)

 


Aku sedang hitung-hitungan dengan diriku sendiri, dengan sedikit bayanganmu. Kalau kita terpisah oleh Samudera Pasifik, masih bisakah kita disebut dekat? Kalau di tempatku ada malam dan bulan, sementara di tempatmu ada siang dan matahari, masih bisakah kita disebut berdua? Kalau musim di tempatku ada dua dan di tempatmu empat, masihkah kita disebut seiring? Kalau aku hanya menemuimu lewat email, webcam, dan ponsel, masih bisakah kita disebut berhubungan?

Malam tahun baru lalu, aku meniup terompet lebih dulu darimu. Masihkah kita disebut bersama? Valentine lalu, kamu di seberang sana, dan aku di sini. Meskipun kita sama-sama meniup lilin di depan webcam, masihkah kita disebut saling melengkapi? Saat ulang tahunku, kamu kirimkan pesan selamat ulang tahun keesokan harinya. Kamu bilang kamu lupa kalau tanggal di tempatku sehari lebih awal. Masih bisakah kita disebut saling perhatian?



Hari jadi kita yang ketiga, tak ada mawar yang kukirimkan, tak ada puisi yang kubacakan. Hanya sederet pesan singkatmu. Kamu sedang sibuk hari itu. Masihkah kita disebut saling mengerti?

Aku ingin berandai-andai sendirian, dengan sedikit bayanganmu. Masihkah ada waktu bagi kita untuk hadir di samping masing-masing? Lalu membiarkan waktu berputar tanpa terasa. Aku ingin kehadiranmu lengkap dan utuh. Bukan melalui pesan singkat atau sekedar suaramu pada dering telepon pagi buta.

Kalau hati kita demikian dekat, aku janji pulang secepatnya. Saat itu kau bisa mengurungku dalam ruangan yang kmu buang kuncinya. Kamu bisa pura-pula lupa dimana membuangnya, dan aku akan pura-pura tidak tahu.

Aku kangen. Satu kata yang mengandung banyak makna. Aku jatuh cinta untuk kesekian kalinya, pada orang yang sama. Padamu. Jika kita bertemu dalam waktu dan tempat yang sama. Izinkan aku memelukmu erat, karena eksistensimu membuat Bumi masih layak dihuni.

Surabaya, 2011- Pekanbaru, 2014

Comments

Popular Posts