Merenungi Kresek
Lihat gambar di atas? Jijik? Kumuh?
Perhatikan lagi, berapa banyak plastik kresek yang terbuang sebagai sampah. Sekarang, coba menengok sejenak ke dalam keranjang sampah di rumah Anda. Kira-kira berapa banyak plastik yang telah Anda buang hari ini?
Saya agak tergerak untuk menulis tentang plastik setelah berbelanja beberapa hari lalu. Dari hasil belanjaan saya mencoba menghitung berapa banyak sampah plastik yang dihasilkan dalam sekali belanja. Hasilnya membuat saya tercengang, sejumlah plastik tiba-tiba hadir memenuhi kamar saya.
Untuk informasi, yang saya beli hanyalah sayur mayur, peralatan mandi, serta bumbu masak untuk persediaan satu minggu. Sayur dibungkus plastik, cabe dan telur dibungkus plastik sebelum ditimbang, bahkan bawang merah yang tidak sampai 2 ons juga dibungkus plastik. Belum lagi plastik untuk memisahkan peralatan mandi (sampo, sabun, pasta gigi) dan bahan makanan. Saya mendadak bertanya, kenapa harus dipilah-pilah?
Sejak dulu, saya tidak pernah sadar berapa banyak plastik yang saya dapatkan dari supermarket. Namun sejak berbelanja kemarin, saya mendadak tersentak. Plastik tiba-tiba menjadi musuh yang terlewatkan. Ibarat pencuri yang datang tiba-tiba.
Plastik yang digunakan hanya untuk memindahkan barang dari supermarket ke rumah kita, rupanya berumur panjang. Polietilen sebagai bahan pembuat plastik dikategorikan sebagai sampah yang sulit didegradasi oleh alam, membutuhkan waktu ratusan tahun bagi alam untuk mendegradasinya secara efisien (Wikipedia, 2010).
Kalau sampah plastik rumah tangga dalam satu hari sudah sedemikian banyaknya, berapa juta tahunkah yang dibutuhkan Bumi kita untuk menguraikannya?
Menegakkan bendera 'cinta lingkungan' rupanya butuh kesadaran ekstra. Di luar, orang-orang berteriak 'Go Green!', berbagai spanduk digantungkan dengan tema sama: 'Cintai Bumi'. Berbagai tindakan penghijauan dilakukan, tapi apakah bedanya kalau setelah menanam sebatang pohon, Anda masih saja membuang-buang gelas plastik bekas air minum? Atau dengan gampangnya melemparkan kantong kresek ke sungai?
Orang beribadah jungkir balik untuk mencari surga, lalu melupakan Bumi yang menjerit sekarat. Bukankah Bumi kita juga perlu untuk dirawat, atau paling tidak, jangan merusaknya dengan menimbun sampah plastik.
Semboyan 'reuse' dan 'recycle' rupanya hanya hiruk pikuk di telinga. Masuk telinga kiri, keluar lagi dari telinga yang sama. Masih mending kalau berbagai himbauan penyelamatan lingkungan sempat berdengung di otak. Masalahnya, seberapa besar sih concern kita pada alam?
Kembali ke masalah belanjaan, saya kemudian berpikir, bagaimana seandainya cabe, bawang merah, dan telur tak perlu dibungkus plastik saat ditimbang? Saya rasa tidak ada bedanya. Bukankah pasar tradisional juga memakai daun jati sebagai bungkus (yang relatif lebih biodegradable)?
Bagaimana seandainya peralatan mandi dan bahan makanan bercampur dalam satu plastik? Saya rasa juga tidak masalah, karena berapa jauh sih jarak supermarket dari rumah? apakah dalam perjalanan, kedua jenis barang itu bisa bercampur (isinya)? Saya rasa tidak, kecuali keduanya dilumat dalam mesin pencampur.
Lalu kenapa shopping bag hanya jadi pajangan di meja kasir? Bahkan si mbak kasir seringkali lupa menawarkan penggunaan shopping bag, atau setidaknya minta ijin untuk mencampur semua belanjaan dalam satu kantong.
Mungkin ini hanya masalah budaya. Ngapain sih capek-capek bawa tas belanjaan ke supermarket? Kan ada kresek, gratisan pula? Gratisan! Mungkin ini yang jadi penyebab kemalasan orang-orang membawa tas belanjaan. Bukan karena ribet atau tidak mau repot. Seberapa ribetnya sih kalau cuma menenteng tas belanjaan?
Shopping bag kan mahal? Ya, dan untuk menanggulangi penimbunan sampah plastik, sebaiknya harga kantong kresek lebih mahal daripada shopping bag.
Menurut saya, harga shopping bag yang relatif mahal bisa ditangani dengan membawa plastik bekas belanja sebelumnya. Seberapa susahnya sih? Plastik kresek kan bisa dilipat hingga kecil, lalu muat dimasukkan kantong. Ketika sampai di meja kasir, Anda tinggal menariknya dari kantong, lalu dengan bangga berkata pada mbak kasir: Pakai ini saja, mbak, biar nggak nyampah.
Saya juga sedang berusaha untuk tidak gengsi membawa shopping bag atau kantong plastik bekas saat berbelanja. Pertanyaannya adalah: kenapa harus gengsi, bukankah kita sudah berbuat baik pada alam? Meskipun hanya lewat penghematan plastik.
Marilah kita bersama-sama mengurangi penggunaan plastik, setidaknya tindakan ini bisa memberi sedikit napas pada Bumi yang kian menua. Bumi kita satu, kita juga punya kewajiban yang sama untuk merawatnya. Jadi, mengapa tidak dimulai sekarang? Kata orang lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Tindakan ini memang menyumbang sedikit saja bagi penyelamatan lingkungan. Namun, bukankah hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil? JADILAH PIONIR! Jadilah yang pertama bertindak.
Bumi kita butuh pertolongan. Pertanyaannya: Maukah kita bertindak mulai sekarang?
*) Gambar dipinjam dari sini , sini, dan sini
setuju..
ReplyDeletemungkin memang benar fakta yg terjadi kalau negara berkembang memang kurang memperhatikan lingkungan..
tengok saja China,yang beberapa tahun lalu masih bayi dan sekarang telah bertumbuh menjadi raksasa..
apa saja yang mereka korbankan selain nyawa para koruptor yang dihukum mati? ya,lingkungan adalah korban keganasan industri yang secara sporadis mencemari lingkungan yang tak berdaya menampung semua "kotorannya"..
pemerintah seharusnya sadar akan bahaya sampah plastik yang pelan" menggerogoti layaknya sel kanker {rata" kota besar seperti jakarta dan surabaya menghasilkan sampah sampai 6 Ton/hari)..
hmm,,sepertinya memang dibutuhkan kesadaran dari diri masing" individu sebagai solusi atas masalah ini..
mulailah dari diri sendiri untuk perubahan yang berarti :)
@soulfull90: Terima kasih untuk tambahan infonya.
ReplyDelete