Menanti Cinta yang Baru


Mohon maaf jika postingan kali ini hanya sekedar curhat colongan. Saya tidak janji memberikan Anda kisah yang menarik untuk dibaca. Saya hanya ingin curhat...


Malam ini saya tergerak untuk menulis sebuah cerita pendek. Tentang dua orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Mendadak saya terpikir sesuatu, mendadak saya kesepian. Mendadak saya butuh teman untuk berbagi, seseorang yang mau mendengarkan curhat saya tanpa perlu merasa berkorban waktu.

Mendadak saya menyadari bahwa saya tidak punya waktu untuk cinta. Ralat, saya tidak memberi waktu untuk cinta.

Beberapa hari lalu, teman saya mengabari lewat Twitter bahwa ia baru saja jadian. Dengan semangat bak gadis yang baru pertama kali jatuh cinta, dengan menggebu-gebu ia mereply setiap mention yang saya kirimkan.

Begitu hebatkah cinta?



Rupanya saya lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Rupanya sudah lama saya tidak jatuh cinta. Rupanya sudah lama saya memendam cinta, hingga tak punya waktu untuk sekedar memikirkannya.

Aneh memang, di usia saya yang memasuki kepala 2, saya baru sekali jatuh cinta. Benar-benar jatuh cinta. Saat itu dunia kelihatan indah, segala harapan terbentang dan seolah akan berjalan seperti yang kita inginkan.

Saya pernah jatuh cinta, bertahun-tahun yang lalu. Perempuan satu ini membuat saya tergerak untuk menulis Lopheromon, novel pendek tentang kisah cinta pendek. Namun rupanya waktu menyimpan rahasia dalam setiap detiknya. Dua tahun semenjak saya ekstase dalam cinta, kami mulai jauh, lalu tak lagi berhubungan.

Awalnya saya merasa oke-oke saja. Awalnya baik-baik saja. Lalu saya mulai bergerak menjauhi cinta.

Beberapa bulan lalu, saya mendengar bahwa perempuan ini sudah menjalin hubungan baru, menjalani kehidupan baru dengan orang yang baru. Saya turut bahagia. Sungguh, dalam hati saya bersyukur ia menemukan seseorang yang mampu mengisi kekosongan jiwanya. Setidaknya ia punya seseorang untuk berbagi, bersandar, atau bercerita ini-itu, kalau ia enggan menghubungi saya.

Malam ini, saya mendadak berpikir. Bagaimana dengan saya?

Selama ini saya selalu berpegang pada prinsip 'go with the flow'. Prinsip itu rupanya mengurung hati saya dalam kotak bernama kesepian. Saya mendadak tersadar, bahwa sejak perempuan itu pergi, saya tak lagi sempat jatuh cinta.

Beberapa orang hadir setelahnya, namun tak satu pun mampu membuka pintu hati saya. "Belum ada chemistry," alasan saya.

Malam ini saya berpikir ulang, selama ini saya hanya menunda untuk jatuh cinta. Selama ini saya hanya pura-pura tidak punya waktu untuk hal bernama pacaran.

Dari luar, orang mungkin berpandangan bahwa saya oke-oke saja. I'm single and very happy, mungkin itu yang dilihat orang lain dari saya. Namun, saat saya sendirian, lagi-lagi saya merasa kesepian. Saya cukup punya banyak teman untuk menghabiskan waktu sekedar berjalan-jalan atau ngobrol tentang musik atau buku. Tapi tak ada satu yang bisa diajak untuk berbagi cinta. Tiba-tiba saya berpikir tentang diri saya: I'm single and very happy, but sometimes lonely.

Ya, ceritanya saya sedang kesepian.

Ketika memandangi teman-teman saya yang sebagian besar telah berpasangan, saya selalu berkata dalam hati, "rasanya kok enak ya?" Berduaan sepanjang waktu, seakan-akan dunia milik berdua.

Saya merindukan sms tiap pagi yang membangunkan saya.
Saya merindukan telepon singkat menjelang tidur, lalu sesorang berkata: "met bobok!"
Saya merindukan genggaman tangan yang lembut, setiap kali saya melangkah.
Saya merindukan aroma parfum cewek, yang merasuk dalam paru-paru saya.
Saya merindukan pertanyaan-pertanyaan seperti: "Aku cantik nggak sekarang?" atau "Aku kelihatan gendut nggak kalo pake baju ini?"

Saya merindukan seseorang berkata di telinga saya: "Aku sayang kamu!"



"Cari pacar aja!" kata teman saya.

Semudah itukah?
Bagi saya, memutuskan untuk berkomitmen adalah keputusan besar. Bukan hanya pertimbangan ego saya yang menimbang-nimbang: adakah orang yang mau berkorban waktu untuk bersama saya? Melainkan: sudah siapkah saya berbagi dengan orang lain? Sudah siapkah saya memecah hati, untuk ditukar separuhnya dengan separuh hati perempuan lain?

Mungkin sudah saatnya bagi saya untuk memberi maaf pada masa lalu, lalu mulai menerima kenyataan. Mungkin sudah saatnya bagi saya untuk membuka hati, membiarkan cinta yang lain memasuki hati saya.

Ya, malam ini saya telah memutuskan. Sudah saatnya saya membuka hati untuk cinta yang baru. Sudah saatnya saya mengakhiri kebersamaan saya dengan kesendirian. Sudah saatnya saya berbagi kebahagiaan dan kesusahan dengan orang lain.

Saya akan menanti datangnya cinta yang baru, yang mau menerima saya apa adanya. Mau memahami kelebihan sekaligus kekurangan saya.

Saya hanya ingin punya seseorang yang mau berbagi hidup dengan saya. Titik.
Tak perlu lagi kriteria rambut panjang atau hidung mancung.


Adakah di sana cinta yang baru juga sedang menanti saya?
Saya selalu percaya ia selalu ada. Mungkin saya hanya belum menemukannya. Saya tetap berharap bahwa waktu akan menambatkan jangkarnya pada cinta yang baru.

Jadi, selamat datang untuk cinta yang baru! Cepat atau lambat!

Sekian curhat saya, terima kasih.




*) Gambar dipinjam dari sini

Comments

  1. Ceritanya hampir dengan yg aku alami gan :D

    ReplyDelete
  2. hampir mirip mksdnya
    wkwk

    ReplyDelete
  3. @Bboy Hold: Kayaknya setiap orang pernah mengalami kesepian. Tapi tergantung sampai di leven mana kesepian itu bisa 'menggerakkan' untuk berbuats esuatu.

    ReplyDelete
  4. hmm memang susah kalo berada di persimpangan..
    terkadang butuh dorongan untuk bisa mengambil keputusan,mungkin itu yg sedang kualami..
    hahahaha..
    tp ceritamu sedikit bnyk sama dgn yg kualami,terlintas beberapa momen tentang kejadian di masa lalu..
    btw,keep writin' brader..

    ReplyDelete
  5. @ soulfull90: selalu ikut"an. follower.. wkwk

    ReplyDelete
  6. @ Bboy Hold : based on a true story,,y klo mirip mungkin kita senasib..haha

    ReplyDelete
  7. Sangat suka saat seseorang berkata "based on true story"
    wkwk

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts