[Dulu] Mereka Bilang Saya Babi
Apa yang ada dalam bayangan Anda saat mendengar kata ‘babi’? Sebagian orang bilang babi itu lucu, sebagian lagi bilang babi itu haram. Sebagian orang menganggap lucu kata ‘babi’, lalu menggunakannya sebagai olok-olok bagi mereka yang volume tubuhnya di atas rata-rata. Sambil memandang cermin pagi ini, mendadak saya merenung tentang babi.
Dulu, banyak yang bilang bodi saya mirip babi, lalu sambil tertawa cekikikan mereka berceletuk, “Babi lo!”. Awalnya saya tersinggung, mulanya saya geram, tapi saya hanya diam. Kata orang, diam berarti emas. Diam-diam saya berharap diam saya bisa membuat mereka terdiam. Namun perkiraan saya salah, semakin saya diam, semakin mereka tak bisa diam.
Kata ‘babi’ kemudian membawa sederet kata-kata berkonotasi negatif lainnya: piglet, piggy, bakpau, montok, fatty, bantat, dan segerombol kata-kata lain yang tak ada bagusnya di telinga.
Lama kelamaan saya berdamai dengan himpunan cemooh itu. Pelan-pelan saya terbiasa mendengarnya, lalu mulai mati rasa. Bagi saya, tak penting lagi memikirkan sesuatu yang cuma membuat hati kita panas. Ibarat pepatah anjing menggonggong kafilah berlalu. Hingga pada satu waktu, diam itu memuncak. Panas itu membara.
2 Mei, tahun lalu.
Pagi itu, sebelum berangkat kuliah saya bercermin. Entah apa yang ada di pikiran saya, mendadak saya benci pada cermin. Setiap kali saya memandang refleksi dalam cermin, pikiran saya selalu terjurus pada kata ‘babi’. Berat saya 85 kilogram saat itu. Pipi saya tembem, perut saya buncit. Ukuran celana saya 36, lingkar pinggang saya 95 cm. Ukuran baju saya XL, itu ukuran minimal. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, saya menangisi bayangan diri di depan cermin.
Sekitar lima menit saya habiskan untuk meratapi bentuk tubuh saya. Segala cemoohan memenuhi otak saya, beragam bayangan orang-orang muncul bersamaan. Dan telinga saya mendengar kata: ‘BABI’.
Saya sadar ada yang salah dengan diri saya. Selama ini ternyata diri saya sendiri yang mengikhlaskan diri untuk menjadi bahan cemoohan. Selama ini saya berusaha berdamai dengan ‘babi’ lalu berhenti berusaha memperbaiki diri. Lalu pada detik yang sama, saya memutuskan untuk berubah.
Untuk itu, saya mengatur pola makan, mengurangi porsinya hingga seperempat bagian, menyiksa diri dengan serangkaian olahraga ekstrem tiap bangun dan berangkat tidur. Menu makanan saya berubah mayoritas jadi hijau. Saya benci nasi, saya benci ayam goreng, apalagi daging babi. Dan dengan napas panjang saya memutuskan jadi semi-vegetarian.
Sepanjang bulan Mei hingga Juli saya membatasi diri untuk makan daging hanya saat akhir pekan, itupun berupa dada ayam tanpa kulit. Porsi nasi saya tinggal 2 sendok makan, dengan porsi sayur-sayuran lebih banyak. Kapasitas olahraga saya makin ekstrem, dari yang awalnya sit-up dalam 20 hitungan, kini jadi 100 hitungan dengan 3 kali repetisi. Saya mendadak gila, seperti orang kesurupan.
Menjelang pertengahan Agustus, berat badan saya akhirnya jadi 75 kilogram. Saya bahagia, tentu. Tapi belum puas. Program diet setan itu saya teruskan hingga bulan berikutnya, dan hasilnya... berat badan saya malah naik jadi 78 kilogram. Saya stres, lebih stres daripada sebelumnya. Saya takut bakal berubah jadi babi lagi.
Akhirnya saya memutuskan untuk browsing, mencari informasi tentang menu diet, perhitungan kalori, tips olahraga yang benar, yang akhirnya berujung pada seabrek ebook dan bookmark tentang pembakaran lemak. Saya akhirnya tahu jika tubuh saya berada pada fase Plato, fase stagnan setelah penurunan berat badan. Bulan-bulan berikutnya saya mulai membenahi pola diet saya, mengatur komposisi gizi dan kalori. Membatasi kardio selama 45 menit dan sit-up push-up secukupnya, tak lagi eksesif. Fokus saya bukan lagi pada penurunan berat badan, tapi pada kondisi badan yang sehat. Waktu berjalan dan setahun ini banyak perubahan yang saya alami.
Pagi ini, saya bercermin lagi.
Berat badan saya 62 kilogram. Pipi saya tak setembem dulu, perut saya tak buncit lagi. Ukuran celana saya 31-32, lingkar pinggang saya 74 cm. Ukuran baju saya M, kadang S. Sambil mengingat kata ‘babi’, pagi ini saya tersenyum. Puas.
Dulu mereka bilang saya babi, kini mereka diam. Diam-diam, saya berusaha menahan mulut agar tak memanggil mereka babi.
*) Gambar babi dipinjam dari sini
-
ReplyDelete