Secuil Curhat tentang Joni&Mala Project



Salah satu kesulitan saya sebagai seorang penulis yang juga berstatus mahasiswa adalah manajemen waktu dan prioritas. Mengingat bidang yang saya tekuni adalah Teknik Kimia, dunia penulisan saya terasa di'anak-tiri'kan. Banyak proyek tertunda, banyak tulisan yang macet di tengah jalan. Tapi keinginan untuk menulis sebuah novel tetap ada [dan tetap menarik untuk dibayangkan. Hehe]

Tahun ini lebih banyak saya habiskan dengan menulis prosa pendek, cerpen, puisi, fiksimini, dan cuap-cuap serta artikel di blog. Prestasi menulis saya pun tak mencolok, hanya sempat mengikuti beberapa lomba menulis, dan tak satu pun yang menang. Tahun ini, saya sengaja tidak menulis sebuah karangan panjang karena saya tahu waktu menulis saya terbatas. Beberapa proyek memang pernah hadir dalam rencana saya. Namun ide cerita tersebut kemudian menguap, bersaing dengan kesibukan bikin laporan dan proposal akademik.




Banyak orang sering mengutarakan kebingungannya. Di tengah kuliah saya yang sangat berbau science, saya masih sempat untuk menulis. Dua dunia yang perbedaannya bagaikan langit dan dasar sumur. Saya selalu beranggapan bahwa otak kiri dan otak kanan saya harus seimbang. Menulis bagi saya adalah jalan untuk keluar sejenak dari dunia science.

Di tengah segala kesibukan dan terbatasnya waktu, pada bulan Agustus lalu ada satu cerita yang tiba-tiba menggebrak pikiran saya. sedikit demi sedikit inspirasi muncul lalu saya pendam dalam benak saya. Saya terpacu untuk mengembangkan sebuah cerita yang hingga kini mulai saya atur plot dan penokohannya [hal ini sudah saya tuliskan di posting sebelumnya. Lihat disini]

Tiba- tiba saya terpikir untuk menyatukan dua dunia dalam hidup saya: sastra dan sains. Dan wujud paling pas untuk menerjemahkannya adalah dalam sebuah novel fiksi ilmiah (science fiction).

Beberapa waktu belakangan ini, saya bergulat dengan topik ekologi dan kafein. Kenapa? Karena saya merencanakan tokoh utama saya adalah seseorang yang eco-friendly, tapi asyik-asyik aja. Saya ingin mengubah perspektif 'penyelamatan bumi' menjadi lebih sederhana. Hal-hal kecil yang bisa dimulai dari diri pribadi. Saya ingin menampilkan 'save the earth' yang gaul, yang gue banget. Bukan 'save the earth' yang berakhir dengan kata penghijauan dan reboisasi semata.

Yep, my next novel central theme is about ecology.


Dewi Lestari pada sebuah percakapan di Ubud Writers & Readers Festival pernah berkata: "Always write a book that you love to read" [bisa dilihat disini].

Lalu saya mencoba memikirkan ulang, kira-kira buku seperti apa yang ingin saya baca, yang belum ada di toko buku, dan belum ada orang yang menuliskannya.

Pikiran saja tertuju pada ide cerita mengenai Joni & Mala. Saya sudah jatuh cinta pada projek ini sejak berbulan-bulan yang lalu. Ide ini sudah menunjukkan kekuatannya dengan mengendap dalam otak saya selama berbulan-bulan.

Sempat saya ingin meuliskannya sebagai bahan Nanowrimo. Menulis novel sepanjang 50.000 kata selama 30 hari. Tapi gagal. Bukan karena keringnya sumur inspirasi di otak saya, tapi karena saya tidak menemukan gaya penceritaan yang pas dengan cerita yang saya ingin tuliskan. Saya cenderung diburu waktu. Saya bahkan belum sempat riset mengenai hal-hal yang berhubungan dengan projek ini.

Pada pertengahan bulan lalu, akhirnya saya menyerah. Naskah Joni & Mala versi Nanowrimo akhirnya berakhir di 10 ribuan kata, dengan percakapan datar dan deskripsi yang kurang kuat, serta pesan utama (yakni ekologi) yang tidak tersampaikan dengan baik.

Akhirnya saya memberi waktu bagi diri sendiri untuk belajar lagi, menyelami seluk beluk ekologi dan teori-teori mengenai penyelamatan Bumi. Saya tidak sedang menulis teenlit, saya sedang menulis science fiction. Kalau science fiction dalam bayangan Anda terbatas pada cerita sejenis Star Trek atau E.T., silakan hapus sekarang juga. Science fiction yang saya maksud adalah sebuah cerita pop yang berbumbu sains, namun jangan bayangkan seperti textbook atau jurnal ilmiah yang berat.


Projek ini adalah projek sederhana dengan tokoh- tokoh sederhana yang 'mengalami' hidup dan mencintai Bumi lebih dari manusia lain. Tokoh-tokoh dalam cerita ini telah sampai pada pemahaman mengenai 'penyelamatan Bumi' yang sesungguhnya. Dan untuk mencapai itu, saya sebagai penulis harus banyak belajar agar penokohan Joni dan Mala menjadi kuat dan kokoh.

Pada akhirnya, yang dapat saya sampaikan adalah projek ini mungkin berhasil atau gagal. Novel ini bisa terbit dan hadir di toko buku, bisa juga hanya menempati lemari buku saya. Tapi saya akan membayar insomnia berkepanjangan selama ini. Saya akan menuliskan naskah ini demi cinta saya pada Bumi, pada 'rumah' kita bersama. Jadi, terima kasih telah membaca curhatan saya.




*) Gambar di atas adalah sampul sementara yang masih akan berubah

Comments

Popular Posts