Perempuan yang Muncul dalam Mimpi tentang Hujan



Ketika malam menua, mimpi itu pun hadir. Tanpa suara, ia tiba...

Lelaki itu menaburkan pandangannya pada lengkung langit barat, mencuri pandang pada mentari separuh yang menua. Langit mendung tertutup awan kelabu. Hawa dingin masuk diam-diam dari jendela di depannya. Aroma sop buntut menyelinap dari jendela tetangga lalu tercium hidungnya. Burung layang-layang, yang seakan tahu bahwa hujan akan segera turun, segera pulang kembali ke sarangnya. Berkelompok lima atau tujuh banyaknya. Suara radio tua tetangga lantai bawah yang mendendangkan tembang-tembang lawas. Inilah senja yang dipuja-puja para pujangga dalam syair-syair indah mendayu-dayu. Inilah petang yang diabadikan pelukis dalam ingatannya, untuk kemudian dipindahkan ke atas kanvas. Inilah panggilan alam yang membuat burung layang-layang terbang pulang. Namun lelaki itu kesepian, termenung sendiri menatap langit dari jendela rumah susun tempat tinggalnya.

Sekelompok burung layang-layang kembali lewat dalam semesta pandangnya, lalu hilang di bingkai matanya. Ia merasa cemburu. Pada kebersamaan dan persahabatan yang indah. Betapa ia ingin menumbuhkan sayap hingga ia terlihat seperti malaikat bersayap putih. Kemudian terbang bersama sekawanan burung layang-layang. Ia akan bahagia meski ia berbeda.

Gerimis turun rintik-rintik. Hujan yang telah mengintip dari balik awan tercurah sejak tadi. Bulir-bulirnya jatuh dari atap rumah berupa tetes-tetes bening menyegarkan. Cahaya kilat menyambar sebentar, seperti kembang api murahan yang tak bertahan lama. Langit bersendawa, lalu meludahkan dahak ke bumi.

Langit memekat. Surya tenggelam, dan jingga di langit barat semakin memudar. Aroma sop buntut berganti aroma tanah yang gurih. Ia menarik napas dalam-dalam, menggembungkan paru-parunya hingga tak tersisa ruang lagi. Kemudian menghembuskannya pelan-pelan seakan tak rela. Dirasakannya segar yang menyebar.

Hujan semakin deras. Garis-garis yang ditimbulkannya membuat si lelaki ingin menjadi gasing, lalu menari berotasi sambil menikmati siraman hujan. Sudah lama ia tak melakukan hal itu, ritualnya kala masih bocah setiap musim penghujan tiba.

Sejurus kemudian lelaki itu keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga rumah susun tempat tinggalnya, lalu berlalu di balik hujan. Lelaki yang kesepian itu menikmati kecipak genangan air di kakinya. Tak peduli pada kutu air yang mengancam kakinya. Ia hanya ingin menikmati hujan. Langit bersendawa lagi, kali ini lebih besar. Lalu curahan hujan semakin lebat. Lelaki itu gembira, namun masih kesepian.

Lelaki itu tiba-tiba terpaku. Bukan karena langit bersendawa lebih keras. Namun karena hujan tiba-tiba berhenti. Dan ia sadar sesosok makhluk memayunginya dari tetesan hujan.

Mahluk itu tersenyum. Perempuan.
Lelaki itu membalas senyumannya.

“Terima kasih, siapa namamu?” tanyanya.
“Apalah arti sebuah nama. Panggil saja aku Perempuan, karena aku perempuan.” Jawabnya sambil menyisipkan senyum. Lelaki itu tak sadar bahwa senyuman si perempuan akan mengendap dalam otaknya, muncul sesekali, lalu menimbulkan gejolak dari hatinya.
“Jadi... Kau bisa panggil aku Lelaki,” sahut si lelaki.
Mulai saat itu mereka berteman.

“Kenapa hujan-hujanan?” tanya Perempuan.
“Karena ingin saja,” jawab Lelaki. Ia tak menemukan jawaban yang lebih jujur dari itu.

Kemudian langit menjelma jelaga. Panas matahari selama sehari telah menggosongkan seantero langit, lalu pekat menyelimuti. Dunia lelap dalam gelap. Lelaki itu memandang langit yang tak berujung. Andai matanya yang bulat bisa mengintip di balik gumpalan awan kelabu yang mengambang. Barangkali di sanalah cinta punya bahasa dan hukum sendiri.

Perempuan dalam hujan itu seketika terbang seperti angin, mengambang di udara seolah menyatu dengan angin. Ia kemudian melambaikan tangan pada si Lelaki, tanda selamat tinggal karena bekal waktunya telah habis. Saatnya kembali ke tempatnya, di ujung langit yang tak berujung.

Ketika pagi baru lahir, mimpi itu pun pudar. Tanpa jejak, ia pergi...




Catatan untuk mengingatkanku setiap bangun pagi untuk berdoa supaya kamu bukan hanya mimpi...
20-24 Dec 2017

Comments

Popular Posts