A Note from Journey of the Search for Happiness
Pada akhirnya, setiap perjalanan yang dilakukan membuat si musafir melakukan ziarah atas dirinya sendiri. (The Journeys)
Pada awalnya saya bahkan tak tahu kemana perjalanan ini akan membawa saya. Di satu titik jenuh saya memutuskan untuk keluar sejenak dari rutinitas harian. Ada seuatu dalam diri yang mendorong saya, ada seseorang dalam kepala saya yang berteriak: hei you blockhead, just escape from your ordinary life, take a breath!
Maka saya putuskan untuk mengosongkan semua jadwal saya selama 2 minggu. Saya hanya butuh 14 hari, tanpa memikirkan pekerjaan dan segala hal yang membuntutinya. Empat belas juga menjadi angka yang spesial karena merujuk pada Via Dolorosa, 14 pemberhentian atau stasi dalam tradisi Katolik yang dilalui Yesus Kristus sebelum disalibkan. Berangkatlah saya berburu tiket pesawat, tanpa tahu apa yang akan saya lakukan selama 2 minggu itu. Saya memutuskan untuk mengikuti apa yang saya mau, bahkan hal tertolol yang ada dipikiran saya. Otak saya berpindah dari kepala ke dengkul, terserahlah ia akan membawa saya kemana. Just go with the flow.
Pilihan saya jatuh di hari Jumat, 26 September 2014, dan berakhir di hari Jumat dua minggu berikutnya. Jumat yang dalam bahasa Arab al-jum'ah yang berasal dari akar kata kongregasi atau berkumpul. Dan yang saya sadari kemudian, perjalanan ini membawa saya berkumpul dengan orang-orang paling hebat dan menginspirasi, perjalanan yang juga sebagai pusat berkumpulnya pengalaman dan pelajaran hidup yang bahkan tak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Ada satu kutipan dari Bunda Teresa: some people come in your life as blessings. Some come in your life as lessons. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua 'guru' saya, yang selama 14 hari ini muncul tiba-tiba entah darimana. Juga kepada sahabat-sahabat lama dan orang-orang terdekat saya yang dimunculkan kembali lewat kebetulan-kebetulan sederhana. Terima kasih sudah membuat saya mampir dan berhenti sejenak, kemudian merenungkan kembali dalam solilokui personal.
Marilah kita mulai daftar panjang terima kasih saya kepada mereka yang mucul dalam berbagai bentuk peristiwa, baik secara kebetulan maupun melalui perencanaan:
Untuk keluarga saya, for their warmth and unlimited love. Adik saya, Febrianto H. Hadinoto yang memfasilitasi dan menyediakan waktunya di sela-sela ujian semester. Terima kasih sudah menyediakan ini itu dan menjadi seksi repot dalam beberapa hari. Tak ketinggalan geng Petranya: David, Tommy, Bella, Budi, Ronald, dan Christopher, terima kasih untuk petualangannya dan malam-malam insomnia karena tawa yang tak berkesudahan hingga dini hari. Widya Lestari, teman hidup dan separuh oksigen saya yang rela ditinggalkan selama 2 minggu.
Kristanto Saputra, untuk percakapan yang mencerdaskan di atas pesawat. My old friends di Surabaya: Aditya Yudha, Arga Daryl, Shella Margaretta, Yongky Suhariadi, dan Swita Dewi yang sudah rela ditelepon dan diteror tengah malam untuk sekedar ngobrol dan menemani minum kopi. Teristimewa untuk Dedy Gunawan, yang rela jatah tidurnya terganggu meskipun harus masuk kerja shift malam. Untuk Lenny Oktora, Ricky Indra, dan Johan Nursalim, yang jadwalnya susah diatur, bagaimanapun terima kasih sudah melayani chat-chat saya yang cerewet.
Orangtua saya, yang memfokuskan beberapa harinya hanya untuk saya, yang meskipun singkat namun terasa mendalam. Terima kasih untuk hari-hari penuh makanan dan penjelajahan toko buku. Pertemuan singkat dengan Siti Romlah dan si kecil Putra, yang mengingatkan saya pada masa kecil penuh kenangan. Kepada kampung halaman dan bunga-bunga mangga yang rontok karena musim angin. Juga pada Valentine dan Angga.
Pak Akmal dan Pak Gatot, terima kasih atas kesabarannya akan request saya yang agak merepotkan. Sangat disayangkan saya lupa menikmati empek-empek paling enak di dunia. But thanks God, saya puas dengan rujak cingur bumbu petis dan rawon yang dikategorikan langka di Sumatra :)
Daniel dan Allyson Conick, serta little prince Brian Konick, hope all of you enjoy your vacation in Bali. It's nice to meet you. Joseph Oh Min-Cheol, and his talk about culture and his love for Indonesia. Made Surya, untuk peta corat-coretnya dan bimbingannya pada jalur-jalur nan membingungkan. Bu Pujiastuti untuk one shot Americano dan kue semprong original taste atau orang bule bilang Kuih Kapit. Bu Sri Puriti dan Pak Didik, yang secara mengejutkan tahu tentang SP5 dan perusahaan sawit.
Keluarga kecil Niko Sanjaya, Velecia Priska, dan little sunshine Kimberly Sanjaya yang saya ikuti perkembangannya dari kelahiran hingga usianya yang ke 9 bulan, terima kasih untuk kunjungan singkat yang hangat. Misi yang hampir impossible tapi akhirnya terwujud karena doa dan niat yang kuat.
Perjalanan ini juga bertepatan dengan momen Idul Adha, yang membuat saya kebetulan menemukan frase Patience and Constancy/Steadfast (Quran, sura 37 (As-Saaffat, ayat 102).
Kunjungan singkat menemani papa saya ke Kelenteng Liong Tjwan Bio, yang membuat saya sempat menikmati harum hio serta keindahan patung naga dan miniatur stupa Borobudur di gerbangnya.
Lion Air dan delaynya yang membuat saya berkenalan dengan Akio Murasaki, and his explanation about his name: Murasaki is the Japanese word for the color purple. Liz Gilbert, Benny Jurdi dan Ayu Utami, untuk inspirasi perjalanan dan tips-tipsnya. Untuk Andre dan James Volta yang sudah direpotkan masalah kaos dan backpack National Geographic.
Dan terakhir untuk Semesta yang membuat saya memahami kembali makna bahagia paling sederhana. Untuk pelajarannya akan penerimaan diri dan introspeksi yang dianugerahkannya lewat meditasi dan kontemplasi. Selalu ada akhir di setiap perjalanan. Selalu ada pelajaran dan pengalaman yang bisa diambil dari sebuah petualangan. Sesuatu yang membawa kita 'pulang' kembali dalam diri kita, pada diri kita yang seutuhnya. Perjalanan ini berhasil membawa saya 'pulang' ke dalam diri dan menjadi petualangan paling menginspirasi. Di sini saya berakhir pada sebuah keutuhan.
Pada akhirnya mungkin kita harus menyerah pada rasa syukur dan terima kasih, atas keterbatasan kita untuk dapat membalas apa yang kita dapatkan. Semoga semuanya cukup dengan terima kasih yang tulus, senyum, dan kemurahan hati. Terima kasih untuk penyertaannya dalam perjalanan ini.
Sampai jumpa di perjalanan berikutnya.
*) Tulisan ini mulai ditulis di atas ID-6850, 9 October 2014 tepat saat melewati Selat Karimata, dan diselesaikan pada 13 Oktober 2014, di Kerinci
Pada awalnya saya bahkan tak tahu kemana perjalanan ini akan membawa saya. Di satu titik jenuh saya memutuskan untuk keluar sejenak dari rutinitas harian. Ada seuatu dalam diri yang mendorong saya, ada seseorang dalam kepala saya yang berteriak: hei you blockhead, just escape from your ordinary life, take a breath!
Maka saya putuskan untuk mengosongkan semua jadwal saya selama 2 minggu. Saya hanya butuh 14 hari, tanpa memikirkan pekerjaan dan segala hal yang membuntutinya. Empat belas juga menjadi angka yang spesial karena merujuk pada Via Dolorosa, 14 pemberhentian atau stasi dalam tradisi Katolik yang dilalui Yesus Kristus sebelum disalibkan. Berangkatlah saya berburu tiket pesawat, tanpa tahu apa yang akan saya lakukan selama 2 minggu itu. Saya memutuskan untuk mengikuti apa yang saya mau, bahkan hal tertolol yang ada dipikiran saya. Otak saya berpindah dari kepala ke dengkul, terserahlah ia akan membawa saya kemana. Just go with the flow.
Pilihan saya jatuh di hari Jumat, 26 September 2014, dan berakhir di hari Jumat dua minggu berikutnya. Jumat yang dalam bahasa Arab al-jum'ah yang berasal dari akar kata kongregasi atau berkumpul. Dan yang saya sadari kemudian, perjalanan ini membawa saya berkumpul dengan orang-orang paling hebat dan menginspirasi, perjalanan yang juga sebagai pusat berkumpulnya pengalaman dan pelajaran hidup yang bahkan tak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Ada satu kutipan dari Bunda Teresa: some people come in your life as blessings. Some come in your life as lessons. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua 'guru' saya, yang selama 14 hari ini muncul tiba-tiba entah darimana. Juga kepada sahabat-sahabat lama dan orang-orang terdekat saya yang dimunculkan kembali lewat kebetulan-kebetulan sederhana. Terima kasih sudah membuat saya mampir dan berhenti sejenak, kemudian merenungkan kembali dalam solilokui personal.
Marilah kita mulai daftar panjang terima kasih saya kepada mereka yang mucul dalam berbagai bentuk peristiwa, baik secara kebetulan maupun melalui perencanaan:
Untuk keluarga saya, for their warmth and unlimited love. Adik saya, Febrianto H. Hadinoto yang memfasilitasi dan menyediakan waktunya di sela-sela ujian semester. Terima kasih sudah menyediakan ini itu dan menjadi seksi repot dalam beberapa hari. Tak ketinggalan geng Petranya: David, Tommy, Bella, Budi, Ronald, dan Christopher, terima kasih untuk petualangannya dan malam-malam insomnia karena tawa yang tak berkesudahan hingga dini hari. Widya Lestari, teman hidup dan separuh oksigen saya yang rela ditinggalkan selama 2 minggu.
Kristanto Saputra, untuk percakapan yang mencerdaskan di atas pesawat. My old friends di Surabaya: Aditya Yudha, Arga Daryl, Shella Margaretta, Yongky Suhariadi, dan Swita Dewi yang sudah rela ditelepon dan diteror tengah malam untuk sekedar ngobrol dan menemani minum kopi. Teristimewa untuk Dedy Gunawan, yang rela jatah tidurnya terganggu meskipun harus masuk kerja shift malam. Untuk Lenny Oktora, Ricky Indra, dan Johan Nursalim, yang jadwalnya susah diatur, bagaimanapun terima kasih sudah melayani chat-chat saya yang cerewet.
Orangtua saya, yang memfokuskan beberapa harinya hanya untuk saya, yang meskipun singkat namun terasa mendalam. Terima kasih untuk hari-hari penuh makanan dan penjelajahan toko buku. Pertemuan singkat dengan Siti Romlah dan si kecil Putra, yang mengingatkan saya pada masa kecil penuh kenangan. Kepada kampung halaman dan bunga-bunga mangga yang rontok karena musim angin. Juga pada Valentine dan Angga.
Pak Akmal dan Pak Gatot, terima kasih atas kesabarannya akan request saya yang agak merepotkan. Sangat disayangkan saya lupa menikmati empek-empek paling enak di dunia. But thanks God, saya puas dengan rujak cingur bumbu petis dan rawon yang dikategorikan langka di Sumatra :)
Daniel dan Allyson Conick, serta little prince Brian Konick, hope all of you enjoy your vacation in Bali. It's nice to meet you. Joseph Oh Min-Cheol, and his talk about culture and his love for Indonesia. Made Surya, untuk peta corat-coretnya dan bimbingannya pada jalur-jalur nan membingungkan. Bu Pujiastuti untuk one shot Americano dan kue semprong original taste atau orang bule bilang Kuih Kapit. Bu Sri Puriti dan Pak Didik, yang secara mengejutkan tahu tentang SP5 dan perusahaan sawit.
Keluarga kecil Niko Sanjaya, Velecia Priska, dan little sunshine Kimberly Sanjaya yang saya ikuti perkembangannya dari kelahiran hingga usianya yang ke 9 bulan, terima kasih untuk kunjungan singkat yang hangat. Misi yang hampir impossible tapi akhirnya terwujud karena doa dan niat yang kuat.
Perjalanan ini juga bertepatan dengan momen Idul Adha, yang membuat saya kebetulan menemukan frase Patience and Constancy/Steadfast (Quran, sura 37 (As-Saaffat, ayat 102).
Kunjungan singkat menemani papa saya ke Kelenteng Liong Tjwan Bio, yang membuat saya sempat menikmati harum hio serta keindahan patung naga dan miniatur stupa Borobudur di gerbangnya.
Lion Air dan delaynya yang membuat saya berkenalan dengan Akio Murasaki, and his explanation about his name: Murasaki is the Japanese word for the color purple. Liz Gilbert, Benny Jurdi dan Ayu Utami, untuk inspirasi perjalanan dan tips-tipsnya. Untuk Andre dan James Volta yang sudah direpotkan masalah kaos dan backpack National Geographic.
Dan terakhir untuk Semesta yang membuat saya memahami kembali makna bahagia paling sederhana. Untuk pelajarannya akan penerimaan diri dan introspeksi yang dianugerahkannya lewat meditasi dan kontemplasi. Selalu ada akhir di setiap perjalanan. Selalu ada pelajaran dan pengalaman yang bisa diambil dari sebuah petualangan. Sesuatu yang membawa kita 'pulang' kembali dalam diri kita, pada diri kita yang seutuhnya. Perjalanan ini berhasil membawa saya 'pulang' ke dalam diri dan menjadi petualangan paling menginspirasi. Di sini saya berakhir pada sebuah keutuhan.
Pada akhirnya mungkin kita harus menyerah pada rasa syukur dan terima kasih, atas keterbatasan kita untuk dapat membalas apa yang kita dapatkan. Semoga semuanya cukup dengan terima kasih yang tulus, senyum, dan kemurahan hati. Terima kasih untuk penyertaannya dalam perjalanan ini.
Sampai jumpa di perjalanan berikutnya.
*) Tulisan ini mulai ditulis di atas ID-6850, 9 October 2014 tepat saat melewati Selat Karimata, dan diselesaikan pada 13 Oktober 2014, di Kerinci
Comments
Post a Comment