Sederet Pesan yang Kau Tunggu
Pagi-pagi kau bangun, memandang sejenak pada jendela di depan pandanganmu. Hari ini pastinya berbeda, karena umurmu bertambah satu. Bagimu, bertambah tua bukanlah hal yang istimewa. Bukankah setiap hari kita bertambah tua?
Hari ini kau agak enggan memulai hari. Suhu badanmu yang meninggi sejak tadi malam, seakan memaksamu untuk tetap tinggal di atas kasur. Menikmati empuknya, lalu melupakan sejenak segala kegiatan yang akan berlangsung hingga nanti malam.
Diam-diam kau mengecek ponselmu, berharap ada pesan darinya. Namun tak ada pesan yang masuk. Bahkan yang salah kirim sekalipun. Maka kau letakkan lagi ponselmu.
Dengan enggan kamu mandi, kemudian menggosok gigi hingga puas. Kau selalu senang menggosok gigi. Bagimu, waktu satu-dua menit di depan wastafel adalah waktu untuk merenung. Dan hari ini, perenungan itu lebih lama.
Kau sedang menantikan pesan darinya. Ia yang kau selalu kau tunggu meskipun bayangannya selalu hadir di semesta pikirmu. Ia yang cuek dan kadang tidak romantis. Meskipun ia selalu lupa hari ulang tahunmu, namun kau tetap berharap tahun ini berbeda. Kau selalu percaya bahwa suatu saat ia akan ingat hari ulang tahunmu, lalu berlomba menjadi yang pertama memberi ucapan selamat padamu.
Hingga tengah hari, tak ada pesan darinya meski inboxmu penuh dengan ucapan selamat dari teman dan kerabat. Berulang kali kau buka wall Facebookmu. Berharap ada persegi kecil berisi fotonya muncul di samping sederet ucapan selamat ulang tahun. Menjelang petang, namanya tetap tak muncul, tak ada pesan darinya, tak ada panggilan telepon darinya, apalagi bingkisan kado warna-warni yang membuat penasaran.
Kau mulai putus asa. Hari ini akan sama dengan hari ulang tahun sebelum-sebelumnya. Ia akan datang sehari setelahnya, terbirit-birit sambil membawa oleh-oleh yang bahkan tidak dibungkus rapi, lalu mengetuk pintumu sambil berkata: Sorry ya, aku lupa. Happy birthday, dear!
Kau akan menjawab singkat: It's okay. Tapi hatimu tetap kecewa. Ia yang paling spesial, selalu hadir terlambat.
Tak ada perubahan menjelang malam. Kau habiskan waktumu dengan makan sepuasnya bersama teman-temanmu. Mahal sedikit tidak apa-apa, karena hari ini hanya datang sekali. Tapi diam-diam pikiranmu masih digelayuti angan-angan tentangnya. Hatimu berbisik menginginkan sederet pesan pendek muncul di layar ponselmu, atau panggilan satu-dua menit lewat telepon, atau setidaknya sebaris pesan selamat hari jadi di wall Facebookmu.
Sedikit saja agar kau puas. Tak perlu panggilan lewat ponsel, jika tarif internasional terlalu mahal. Tak perlu pesan pendek, jika ia terlalu sibuk dengan studinya, hingga tak ada waktu untuk memencet sebaris pesan. Ataukah telah ia titipkan pesan selamat lewat hembusan angin yang mengalir dari selatan?
Malam harinya kau tak dapat memejamkan mata. Dua jam lagi hari ini akan ditutup. Tanggal pun akan berganti. Ia, yang berbeda empat jam dari zona waktumu, bahkan telah memulai hari baru, dengan tanggal yang baru. Maka leburlah harapanmu. Ia tetap tidak ingat. Walaupun sudah bertahun-tahun ia selalu telat memberi ucapan selamat, ia tetap lupa untuk menandai hari spesial buatmu.
Kau pejamkan matamu. Tak lagi berharap. Tuhan sudah terlalu baik padamu setahun ini. Maka bersyukurlah meskipun tak ada keajaiban yang terjadi malam ini. Ia yang kau cinta tetap lupa untuk mengirimkan sederet ucapan yang kau damba. Rasa kecewa itu hadir lagi, seperti tahun-tahun sebelumnya.
Tiba-tiba ponselmu berdering. Enam abjad namanya muncul di layar ponselmu. Cepat-cepat kau angkat, karena panggilan ini telah kau tunggu sejak tadi.
"Happy birthday. Belum telat kan?" katanya ceria. Ia mempertanyakannya seperti ksatria yang berhasil membangun candi menjelang tengah malam.
Suaranya yang lembut tiba-tiba hadir. Bau tubuhnya mendadak memenuhi atmosfer kamarmu.
"Sudah lewat dua jam di tempatmu. Kau lupa lagi kan?" kau bertanya.
Ia tertawa. "Tapi di tempatmu bahkan belum tengah malam. Waktu itu memang relatif, Jo! Terima kasih buat Einstein." ucapnya riang.
"Bukan itu inti teori relativitas!" protesmu.
"Sudahlah, yang jelas aku belum terlambat." katanya tak mau kompromi.
Hatimu mendadak berdebar. Ia yang kau cinta mendadak hadir di harimu yang paling spesial. Hari ini hanya datang sekali, dan semoga cinta ini berlangsung selamanya. Diam-diam, kau membisikkan harapan ulang tahunmu. Ada namanya yang kau sebut, juga bayangan rambut panjang dan senyum manisnya yang mengabadi dalam almari memorimu.
Malam ini, pasti kau tidur nyenyak.
Related post:
- Maaf, Sedang Kangen!
- Cinta 5207 Kilometer
- Jakarta-Melbourne via SMS
Comments
Post a Comment