Sebuah Pesan untuk Perpisahan




Tibalah saat dimana kita harus berpisah. Tibalah waktu dimana saya harus bilang cukup untuk semuanya. Aku menyayangimu seperti pertama kali. Namun entah mengapa tiba-tiba cinta ini terlalu sesak untuk kita berdua.

Kurasa kau juga merasakan itu. Bukan salahmu jika kita sama-sama penat. Bukan salahku jika tiba-tiba cinta ini menyiksa. Kita sama-sama lupa bagaimana mencinta tanpa harus saling menyakiti. Kita berjarak dalam hubungan yang kita putuskan bersama.

Izinkan aku mengira-ngira apa yang akan terjadi. Detik pertama aku akan mengucapkan selamat tinggal, diiringi sebuah pelukan dan ciuman hangat di keningmu. Lalu suaramu akan parau, dan setetes air mata turun dari matamu. Kita akan berpelukan, entah apa untuk yang terakhir kalinya.

Ku pikir masih ada sedikit saja harapan untuk kembali pada cintamu. Harapan yang kutunggu-tunggu namun tak kunjung datang. Dan jarak tiba-tiba membentang di antara kita. Mungkin waktu yang telah mengaratkan rasa. Maaf sekali lagi, untuk berakhirnya semangatku melanjutkan hubungan ini.

Terima kasih untuk kebersamaan yang indah selama setahun ini. Kau akan menjadi bagian paling berarti dalam hidupku. Jika jatuh cinta diibaratkan berjuta rasanya, bersamamu aku telah merasakan miliaran bahkan triliunan rasa. Kau takkan terganti, dan kenanganmu selama setahun ini begitu bermakna bagiku.

Rupanya cinta punya ruang, rupanya hati punya kadaluarsa. Dan kita sama-sama tahu kita sedang menuju hari yang tak ingin kita lalui. Perpisahan yang lamat-lamat mengintip dari ujung cinta ini. Kereta cinta kita telah sampai di stasiun terakhir.

Menangislah, kata orang menangis bisa meredakan bara di hati. Peluklah aku seerat mungkin, agar saat kau berbalik, kau tak lagi kecewa. Lalu ijinkanlah aku sedikit saja membaui aroma tubuhmu, untuk kuingat lagi dan tetap kusimpan, karena kau istimewa.

Satu lagi pesanku, tolong kau bawa kunci hatiku. Di situ ada satu ruang tak bernama yang hanya mampu dibuka olehmu. Bawalah kuncinya, dan simpan di bawah bantal, sehingga saat kau ingin mengingatku, kau bisa kembali memandangi kunci itu. Lalu kau ingat setahun terindah yang kita lalui bersama. Barangkali suatu saat cinta ini akan kembali hadir di antara kita. Barangkali.

Kau tahu betapa beratnya perpisahan yang dilakukan tiba-tiba. Aku ingin membagi beratnya perpisahan ini bersamamu, berdua mengingat lagi apa saja yang terjadi selama setahun ini. Aku ingin berdua saja denganmu.

Aku tidak ingin mengubah keputusan kita. Perpisahan ini sudah tak dapat dibendung. Namun biarkanlah hati kita sama-sama jujur, bahwa masih ada cinta di sana. Cinta yang takkan terganti. Dariku untukmu, dan darimu untukku.

Di akhir kisah selalu ada mimpi-mimpi yang tak terwujud. Aku pernah bercerita bukan? Jika aku menginginkan hubungan kita tak sesingkat ini. Aku ingin percaya bahwa kita bisa sama-sama melewati hari bersama, hingga waktu mampir pada ujungnya.

Cinta ini hanya indah di awal, karena hanya kita yang melaluinya. Lama kelamaan semua orang seakan turut memenuhi dan melimpahi hati kita dengan eksistensinya. Kita sesak, lalu saling diam berpura-pura tidak terjadi sesuatu.

Bukan cinta jika buta, bukan setia jika kau tersiksa. Seperti apalagi wujud kesetiaan? Aku ingin membuat diriku tak percaya jika perpisahan ini telah hadir. Tapi aku ibarat debu yang bermimpi menghalau angin. Badai ini terlalu besar. Aku menyayangimu, sungguh. Bukan basa-basi semanis gula-gula. Aku selalu menyayangimu, dan kutahu kau menyayangiku.

Terima kasih untuk usaha bertahan selama ini. Terima kasih untuk kebersamaan yang indah. Terima kasih untuk perpisahan tak terlupakan ini.

Kini ijinkan aku mendekapmu, memelukmu dan mengecup keningmu, untuk terakhir kalinya. Selamat tinggal.





Untukku, yang menemukan kembali independensi...

*)Gambar dipinjam dari lukisan karya Jude Griebel

Comments

Popular Posts